Home »
» John Lie Tjeng Tjoan, Bukti Tionghoa Membela Indonesia
John Lie Tjeng Tjoan, Bukti Tionghoa Membela Indonesia
Get source code of websiteTidak banyak yang mengetahui, sosok Laksamana Muda TNI (Purn) John Lie Tjeng Tjoan tetang perjuangannya membela Indonesia hingga masa kemerdekaan. Bahkan hanya sebagian kecil saja yang mengenangya.
Laksamana ini lebih dikenal dengan nama Jahja Daniel Dharma, yang dilahirkan di Manado,Sulawesi Utara, pada tanggal 9 Maret 1911.
Anak pasangan Lie Kae Tae dan Oei Tjeng Nie Nio merupakan salah satu Pahlawan Nasional yang berdarah Tionghoa. Bahkan ia dijuluki dengan sebutan A Soldier with Bible, sebab selalu membawa Alkitab dan sangat relijius.
Kesuksesan John Lie berawal saat ia kabur ke Batavia (Jakarta) karena ingin mengapai cita-citanya sebagai pelaut. Untuk bertahan hidup, beberapa pekerjaanpun digandrungi, diantaranya sebagai buruh pelabuhan. Namun tidak lupa juga mengikuti kursus navigasi.
Setelah mengapai pendidikan sebagai Mualim III pada kapal Koninklijk Paketvaart Maatschappij, yang merupakan perusahaan pelayaran Belanda. Pada tahun 1942, ia lalu bertugas di Khorramshahr, Iran, dan mendapatkan pendidikan militer.
Ketika Perang Dunia II berakhir dan Indonesia merdeka, ia memutuskan bergabung dengan Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) sebelum akhirnya diterima di Angkatan Laut RI.
Menjadi prajurit Angkatan Laut, John mula-mula bertugas di Cilacap, Jawa Tengah, dengan pangkat Kapten, dan berhasil membersihkan ranjau yang ditanam Jepang untuk menghadapi pasukan Sekutu. Kesuksesannya itu, kemudian dinaikkan pangkatnya menjadi Mayor.
Pada awal kemerdekaan, 1947, John ditugaskan mengamankan pelayaran kapal-kapal yang mengangkut komoditas ekspor Indonesia untuk diperdagangkan di luar negeri, di antaranya, mengawal kapal pengangkut karet 800 ton untuk diserahkan kepada Utoyo Ramelan, kepala perwakilan RI di Singapura.
Karet atau hasil bumi lain dibawa ke Singapura untuk dibarter dengan senjata. Senjata-senjata itu diserahkan kepada pejabat di Sumatera seperti bupati Riau sebagai sarana perjuangan melawan Belanda.
Perjuangannya sangatlah berat sebab harus menghindari patroli Belanda, dan juga gelombang samudera yang relatif besar untuk ukuran kapal yang gunakan. Sebab, saat itu, pihak Belanda masih mengingginkan penjajahan atas tanah air Indonesia.
Untuk keperluan operasi, John Lie memiliki kapal kecil cepat, dinamakan the Outlaw. Seperti dituturkan dalam buku yang ditulis Kustiniyati Mochtar (1992). Sebanyak 15 kali ia melakukan operasi penyelundupan. Bahkan pernah ditangkap oleh perwira Inggris saat membawa 18 drum minyak kelapa sawit. Namun di pengadilan Singapura ia dibebaskan karena tidak terbukti melanggar hukum.
Tidak hanya itu, saat membawa senjata semi otomatis dari Johor ke Sumatera, ia dihadang pesawat terbang patroli Belanda. Laksamana John Lie hanya mengatakan kapalnya sedang kandas. Senjata yang telah diarahakn ke kapalnya tidak dimuntahi magazen. Malah meninggalkan the Outlaw tersebut.
Setelah menyerahkan senjata kepada Bupati Usman Effendi dan Komandan Batalyon Abusamah, the Outlaw lalu mendapat surat resmi dari syahbandar bahwa kapal itu milik Republik Indonesia dan diberi nama resmi PPB 58 LB.
Sepekan kemudian ia kembali ke Port Swettenham di Malaya untuk mendirikan pangkalan AL yang menyuplai bahan bakar, bensin, makanan, senjata, dan keperluan lain bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pada 1 Mei 1950, Menteri Panglima AL Raden Soebijakto memerintahkan kapal perang AL untuk melaksanakan blokade di perairan Ambon, sebab adanya pemberontak pasukan RMS. John Lie menjadi komandan kapal–kapal korvet RI Rajawali. Kemudian KRI Pati Unus dikomandani Kapten S Gino, KRI Hang Tuah dipimpin Mayor Simanjuntak.
Melalui tiga titik pendaratan yakni Pulau Seram, Buru, dan Piru yang dibantu kekuatan gabungan TNI, pasukan RMS pun terdesak. Pada 15 November 1950, operasi pembersihan RMS di Ambon dan sekitarnya selesai.
Lalu pemberontakan Daurah Islam (DI)/TII yang berawal dari Jawa Barat pada 1949 di bawah pimpinan Kartosuwiryo. Kemudian meluas hingga ke Aceh pada 1950 dibawah pimpinan Teuku Daud Beureuh dan Sulawesi Selatan pada 1953 dipimpin Abdul Qahhar Mudzakkar.
Akibatnya Presiden Soekarno memerintahkan operasi militer dan operasi pemulihan keamanan yang melibatkan seluruh elemen pertahanan, termasuk TNI AL yang di nahkodai Mayor (P) John Lie.
Begitu juga dalam menumpas Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera dan Perjuangan Semesta (Permesta) di Sulawesi tahun 1958
Setelah operasi Permesta 1958 hingga 1959, ia dikirim ke India selama setahun untuk tugas belajar di Defence Service Staff College, Wellington. Sekembalinya tahun 1960, ia lalu diangkat menjadi anggota DPR Gotong Royong dari unsur TNI AL.
Ia juga menjabat kepala inspektur pengangkatan kerangka kapal di seluruh Indonesia pada 1960–1966. Bahkan dianugerahi tanda jasa kepahlawanan pada 5 Oktober 1961 oleh Presiden Soekarno
Menurut kesaksian Jenderal Besar AH Nasution pada 1988, prestasi John Lie tiada taranya di Angkatan Laut karena dia adalah panglima armada (TNI AL) pada puncak-puncak krisis eksistensi Republik yakni dalam operasi-operasi menumpas kelompok separatis Republik Maluku Selatan, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, dan Perjuangan Rakyat Semesta.
Karena kesibukannya dalam perjuangan membuat ia baru menikah pada usia 45 tahun, dengan Pdt. Margaretha Dharma Angkuw. Pada 30 Agustus 1966, ia lalu mengganti namanya dengan nama Jahja Daniel Dharma.
Karena penyakit stroke yang dideritanya, pada tanggal 27 Agustus1988, ia menutup usianya dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. John Lie mendapat tempat yang istimewa dihati masyarakat Tionghoa Indonesia, dan juga menerima penghormatan yang tinggi dari masyarakat Tionghoa dan pemerintah Indonesia.
Bahkan patung John Lie dapat dilihat di Taman Mini Indonesia Indah (Anjungan Tionghoa)
Atas segala jasa dan pengabdiannya, ia dianugerahi Bintang Mahaputera Utama oleh Presiden Soeharto pada 10 Nopember 1995, Bintang Mahaputera Adipradana dan gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 November 2009.
Related Posts:
Koopssusgab TNI Sebaiknya Berada Dibawah Koordinasi BNPT Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fadli Zon meminta, Komando Pasukan Khusus Gabungan (Koopssusgab) TNI yang bakal diaktifkan kembali … Read More
BNPT Harus Libatkan Lembaga Lain Mengevaluasi Program Deradikalisasi Program deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dinilai tidak berjalan mulus. Hal itu terlihat dari aksi yang telah dilakuka… Read More
BNPT: Deradikalisasi Tidak Gagal Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius membantah jika program deradikalisasi yang dijalankannya dianggap gagal dan … Read More
Sebanyak 28 Pati TNI Naik Pangkat, Siapa Mereka ? Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menerima laporan kenaikan pangkat sebanyak 28 Perwira Tinggi (Pati) TNI, yakni 19 Pati TNI berasal dari … Read More
Warga Lampung Ini Ditangkap Densus 88 Seorang warga Dusun Margo Rejo II, Desa Kurungan Nyawa, Kecamatan Gedongtataan, Kabupaten Pesawaran, Lampung, bernama Supriyanto (39 tahun) dita… Read More
0 komentar:
Post a Comment